Thursday, August 12, 2010

Pengalaman Pribadi: Pertolongan Allah yang Tak Terlupakan


Di tengah kesucian Ramadhan 1431 H ini, tentunya kita sebagai Muslim menyambut dengan sukacita kedatangannya. Bersyukur pada Allah karena dipertemukan kembali dengan bulan yang penuh berkah ini, sementara banyak saudara, teman dan kolega yang di Ramadhan kemarin masih dapat berkumpul bersama namun di tahun ini telah pergi mendahului menghadap-Nya.
Di tengah upaya meningkatkan ibadah di bulan Puasa ini, tak lupa pula mengingat dan menghitung kebaikan yang telah Allah berikan selama hidup di dunia fana ini. Aku pun teringat pengalaman pribadi yang sungguh tak terlupakan. Pengalaman yang membuatku harus selalu bersyukur bahwa begitu Maha Besar kuasa Allah terhadap hamba-hamba-Nya. Aku menyebutnya sebagai pertolongan saja, karena bila menyebutnya sebagai mukjizat, karomah atau pun yang lain rasanya hanya layak dianugerahkan kepada orang-orang suci pilihan Allah seperti Rasululullah, Nabi maupun Wali Allah. Sementara aku hanyalah insan biasa yang ibadahnya seperti orang-orang kebanyakan, tak begitu menonjol malah masih banyak yang bolong-bolong.
Tahun itu, 2001. Beberapa bulan setelah pernikahan, kami bersilaturrahim kepada mertua di Kepahiang, Bengkulu. Maklumlah, saya sendiri sudah tidak ada orang tua lagi. Jadi, mertua lah yang selalu dikunjungi. Sepulangnya dari tempat mertua, sebagaimana pengantin baru yang masih belajar dan merintis kehidupan, bekal uang yang kami bawa tidak lah banyak, cukup ongkos pulang pergi dan sekedar untuk membeli oleh-oleh sedikit buat saudara di Palembang.
Pukul lima pagi, kami berangkat dari Kepahiang menuju kota Curup. Dari sana kami naik angkutan umum menuju kota Lubuk Linggau. Di kota ini, angkutan menuju Palembang yang murah meriah hanyalah Kereta Api. Jarak Lubuk Linggau ke Palembang memakan waktu kurang lebih 12 jam, perjalanan yang sungguh melelahkan. Dengan uang terbatas tidak ada pilihan bagi kami berdua, mau naik travel antar alamat sangatlah mahal, lebih baik uangnya kami belikan beras saja. Kereta api pun tidaklah begitu nyaman, karena kami hanya mampu beli tiket kelas ekonomi saja.
Pukul 19.30 malam, sampailah kami di Palembang. Kota tempat kami mengais rezeki. Biasanya, setibanya di stasiun Kertapati begitu banyak pilihan angkutan yang bisa mengantar kami pulang ke rumah. Namun, malam itu sesuatu yang tidak kami duga terjadi. Hari itu, rupanya seluruh angkot, bis kota dari stasiun ke pusat kota melakukan demo. Yah, sopir-sopir itu menggelar aksi mogok serentak. Mereka memprotes kebijakan Pemerintah kota yang mengubah jalur angkot dan bis kota karena dinilai jalur yang baru mengurangi pendapatan mereka. Kejadian ini dimanfaatkan oleh angkot dan taksi gelap untuk meraup keuntungan, tarif pun dinaikkan beberapa kali lipat. Calo-calo angkot di stasiun pun semakin merajalela menekan calon penumpang yang tak ada pilihan lain. Melalui Wartel yang ada, kami berusaha menghubungi saudara di rumah. Walau kami tahu, kakak iparku hanya memiliki sebuah sepeda motor tua. Kami pun menelepon melalui tetangga minta dihubungkan dengan kakak ipar tersebut, maklumlah saat itu handphone masih belum marak seperti sekarang. Apa daya, setelah beberapa kali menelepon tidak ada jawaban, sepertinya tetangga kami itu sedang tidak ada di rumah.
Sementara malam semakin larut, kami tak luput dari tawaran calo-calo angkot yang rata-rata preman stasiun. Salah seorang dari mereka begitu gencarnya mendekati kami. Untuk sampai ke alamat rumah kami lima puluh ribu rupiah harus kami keluarkan, sementara kalau naik angkot biasa hanya mengeluarkan lima ribu rupiah untuk berdua. Sementara penumpang di stasiun mulai berkurang, ada yang dijemput keluarga ada pula yang terpaksa naik angkot gelap mahal tersebut walau terpaksa. Bukannya pelit tapi memang uang yang kami kantongi saat itu pas-pasan saja. Putus asa tak ada jemputan dari kakak ipar, aku pun berusaha melalukan tawar menawar harga, siapa tahu harga bisa dikurangi. Tapi tak ada hasil, mereka pun bertahan dengan harga lima puluh ribu. Begitu lihainya mereka memanfaatkan situasi ini. Akhirnya, aku pun nego harga dengan salah satu calo yang terakhir mendekati kami. Yah, tak ada jalan lain sementara badan sudah letih dan kami harus pulang. Sepertinya masalah berakhir dengan menaiki angkot tersebut. Oh tidak rupanya, calo-calo yang lebih dahulu mendekati kami tadi, tidak rela kami pergi dengan selamat. Mereka merasa mereka lah yang berhak mendapatkan kami. Saat akan menaikkan barang ke mobil tersebut, sekitar sepuluh calo yang juga merupakan preman stasiun mengerubungi kami. Berbagai ancaman mereka lontarkan terhadap kami, ada yang minta kami membayar lagi pada mereka, ada pula yang mengancam ingin ‘menyelesaikan’ kami. Bukan main ketakutannya. Mau melawan, apalah kekuatan yang dapat diandalkan menghadapi sepuluh orang. Sementara aku berdua bersama istri. Terbayanglah di benakku kejadian keji yang akan menimpa kami. Aku pun hanya bisa menghiba minta maaf kepada mereka. Sopir angkot yang akan kami naiki pun tak kuasa membela, mungkin bagian dari mereka juga. 
Di tengah ketakutan, tak disangka tak pula diduga datanglah dua orang teman kakak ipar kami, Dayat dan Armis di tengah kepungan preman tersebut. Langsung dengan sigapnya mereka mengajak kami pulang dan membantu mengangkut barang naik ke angkot tersebut. Preman-preman itu pun sepertinya tidak berkutik, tidak banyak omong membiarkan kami pergi begitu saja.
Selama di perjalanan dan sesampainya di rumah, tak henti aku berpikir mengingat kejadian itu. Memikirkan dua teman kakakku yang menjemput tadi, menggunakan angkot atau motor pun tidak. Kami pun tidak merasa menghubungi mereka, jangankan menghubungi mereka, kakak ipar pun tak sempat kami hubungi. Satu lagi keheranan kami, darimana mereka langsung tahu posisi kami sementara mobil angkot tadi berada di pojok stasiun yang agak sepi dan gelap, kendaraan pun tidak dibawa saat mencari kami. Mengapa juga para calo dan preman tadi hanya terdiam membiarkan pergi begitu saja sementara sebelumnya dengan garangnya mereka mengancam kami. Seperti di film-film, sang penolong biasanya dengan gaib langsung menghilang. Tapi, teman kakak tersebut tidak, mereka langsung ngobrol seperti biasa setelah tiba di rumah. Aku dan istri pun merenungkan kejadian ini, kami mengambil kesimpulan bahwa ini adalah salah satu bentuk pertolongan Allah kepada kami, padahal aku bukanlah seorang yang bisa dikategorikan ustad atau orang alim. Amalan ku pun biasa-biasa saja, paling sebelum pergi dari rumah sekedar mengucap bismillah tiga kali.
Subhanallah, kejadian ini tak akan terlupa seumur hidupku. Andai Allah tidak menurunkan bantuan itu, tidaklah aku bisa menikmati kehidupan sampai saat ini, memiliki tiga orang anak yang lucu dan jadi seorang Blogger. Sudah tak terhitung kenikmatan dan kelapangan rezeki yang diberikan Allah. Semoga aku bisa menjadi orang yang bersyukur. Amin Ya Robbal Alamin.

28 comments:

kemanggisan pulo on August 12, 2010 at 1:32 PM said...

maha suci Allah dengan segala nikmatnya.....

al-basri on August 12, 2010 at 2:31 PM said...

salam ramadhan,
tersentuh saya membacanya, mungkin kerana saya pernah mengalami hal begini sewaktu di luar negara. tapi Tuhan maha adil...

semoga kita semua selalu dilindungi dan diberkati-Nya

inung halaman samping on August 12, 2010 at 4:24 PM said...

Jauh nian tuh dari Bengkulu ke Palembang, lewat Linggau, Muara Enim, Prabumulih... wuih jauhnya Pak :) alhamdulillah, semua berakhir baik :) Met puasa sobat, mohon maaf lahir dan bathin. Semoga kita semua diberkahi karunia di Ramadhan ini dan seterusnya ;)

Unknown on August 12, 2010 at 4:31 PM said...

@Al Basri: salam Ramadhan kembali, sayang pengalamannya gak dibagi disini....

@Inung Gunarba: emang jauh mas Inung, berhubung saat itu kantong lagi tipis, terpaksa deh estafet mengembara dari kota ke kota...he..he....

Elvindinata on August 12, 2010 at 7:15 PM said...

jauh juga bang turing nya,,hehehe. premannya takut tuh ma abang,, serem katanya,,hihihi

Unknown on August 12, 2010 at 10:53 PM said...

@Elvin: he...he...bisa aja nih si Elvin. Kalo mereka takut gak mungkin lah diancam segala, harusnya diantar alamat dengan gratis

BOOK ONLINE on August 13, 2010 at 1:13 PM said...

alhamdulillah... selalu ada hikmahnya ya.. setiap kejadiam tu ga pernah sia2...

lina@happy family on August 13, 2010 at 1:31 PM said...

Bentuk pertolongan Allah memang bisa bisa dalam bentuk apa saja...

Unknown on August 13, 2010 at 6:06 PM said...

selamat berpuasa ya brader....

Unknown on August 13, 2010 at 6:12 PM said...

wah sesama palembnang ruponyo..aku prabumulih brad, ya lama di jogja pd akhirnya..hehehe

Unknown on August 13, 2010 at 6:19 PM said...

@Belantara Indonesia: kalu memang wong Plembang Prabumulih, kito baso plembang bae he...he... selamat buko puaso Lur, lebaran jangan lupo mudik ke prabumulih

Anonymous said...

Subhanallah...Pertolongan Allah akan selalu datang kepada hamba-Nya yang BERTAKWA,..semoga kita termasuk golongan demikian.!

Unknown on August 13, 2010 at 10:03 PM said...

idak biso balik, ndak katek duid..gilo...tiket 2 kali lipat...kamp..eh gak jadi...pengen nian balik, dak pacak nian....ah emang idul adha bae lah....

Unknown on August 13, 2010 at 10:54 PM said...

@belajar designtshirt: Amiiiiin Ya Robbal Alamiiin

@Belantara Indonesia: Kudoake dulur banyak rezeki supayo biso mudik ke prabu.....

BRI Jakarta Veteran on August 14, 2010 at 8:15 AM said...

memang benar sahabat banyak cara Allah untuk menyelamatkan umatnya yang bertaqwa kepadaNYA. Salam

Unknown on August 14, 2010 at 12:29 PM said...

@BRI Jakarta Veteran: tp Allah tak pandang bulu dalam memberikan rezeki dan menyelamatkan umatnya, yang gak sholat pun ada rezeki dan keselamatannya sendiri-sendiri. sayangnya, manusia terlalu sering melalaikan bahkan bangga terbenam dalam lumpur dosa.

bimaSakti85 on August 15, 2010 at 12:25 AM said...

cobaan di bulan Ramadhan om...

Unknown on August 15, 2010 at 8:10 AM said...

@BimaSakti85: iya nih, gak apa-apa, saya rela kok di penjara atas perlawanan saya. carut marut di negeri ini karena kita selalu suka memelihara dan bangga dgn kontroversi. ilmu memang harus selalu dibagi kepada siapa pun. tanpa harus mengeluarkan istilah pedas yang menjurus provokatif. tidak semua org bisa menerima gaya seperti ini, pertama bisa lama-2 'panas' jg. karena saya ini bukan orang yang suci makanya saya jadi pemberontak. ini akan saya jadikan monumen perenungan. thanks sobat

Ibnu(dunia-klue) on August 15, 2010 at 5:15 PM said...

Allah Memang Maha PEnyanyang Bagi Umatnya
Preman bengis tukh

Unknown on August 15, 2010 at 5:54 PM said...

@Ibnu: emang iya, untung Allah masih sayang sama hamba-Nya yg banyak dosa ini

anggasona on August 15, 2010 at 11:54 PM said...

kuasa Allah swt sungguh besar, kt hny bs berdoa agar sllu dlm lindungannya .. :)

etam grecek on August 16, 2010 at 8:31 AM said...

semakin sadar akan kebesaran tuhan...
semua rata di hadapnya,kasih sayang sama besar pada semua makhluknya...

Ferdinand on August 16, 2010 at 10:12 AM said...

Wah sungguh Maha Besar Allah ya Sob....

akhirnya ga mesti berurusan sama calo n preman ya Sob... kakak ipar langsung tiba hhe.....

Unknown on August 16, 2010 at 11:56 AM said...

@Etam Grecek: itulah kebesaran Allah, tapi kita-kita masih sering lalai akan kewajiban di hadapan-Nya.

@Ferdinand: iya sob, kakak ipar digerakkan hatinya oleh Allah untuk menjemput kami

Ummiega on August 18, 2010 at 8:57 PM said...

Maha Kuasa Allah terhadap segala sesuatu. Kadang malu ketika merasa pertolongan Allah belum datang, kita berburuk sangka, namun bila disadari sesungguhnya Allah selalu tepat saatnya memberi atau menolong hamba-Nya.

Unknown on August 18, 2010 at 11:06 PM said...

@Ummiega: benar mbak, kadang saat kita sudah kepepet pertolongan itu hadir tanpa kita sadari

endah on October 14, 2010 at 6:28 PM said...

cerita yang benar-benar mengerikan. alhamdulillah semuanya berakhir selamat.

Unknown on October 14, 2010 at 9:06 PM said...

@Endah: benar mbak, saat itu adalah yg sangat mengerikan bagi saya, tak tahu berbuat apa dan minta tolong pada siapa. hanya Allah yg dapat menyelematkan. salam kenal

Post a Comment

 

Followers

Copyright © 2009 Blogger Template Designed by Bie Blogger Template Vector by DaPino